PERKIRAAN PLAFOND KREDIT USAHA TANI (KUT)

Rekomendasi

Berdasarkan hasil kajian terhadap; (i) kebutuhan likuiditas petani dalam menjalankan usahatani padi, jagung & kedele, (ii) angka perkiraan luas lahan tanaman pangan yang berlebih / over estimated sekitar 18 – 20 persen, dan (iii) jenis usahatani tanaman yang mendesak mendapat alokasi KUT (hanya untuk padi, jangung & kedele) maka disampaikan usulan sebagai berikut;

1. Angka plafond KUT untuk musim tanam 1999/2000 dan MT 2000 sebesar Rp 4,502,- triliun. Angka ini hanya sekitar 42 persen dari angka plafond yang disampaikan oleh Departemen Koperasi & PKM.
2. Nilai paket KUT untuk masing – masing jenis usahatani;

No Jenis Usahatani Rekomendasi
Nilai paket KUT (Rp/ Ha) Perbandingan dg nilai paket KUT yg diusulkan BIMAS Deptan
( % ) Rp / Ha
1 Padi sawah 1.685.000,- 61,0 2.762.500,-
2 Padi bukan sawah 1.315.000,- 56,1 2.342.600,-
3 Jagung 1.365.000,- 61,7 2.265.250,-
4 Kedelai 1.030.000,- 45,4 2.265.250,-


Permasalahan

Departemen Koperasi & PKM mengajukan anggaran untuk program KUT sebesar Rp 10,65,- triliun pada tahun anggaran 1999/2000. Angka tersebut lebih tinggi 20 persen dibandingkan dengan dana tahun anggaran 1998/1999. Jumlah tersebut sulit dipenuhi oleh APBN yang sedang menanggung banyak beban akibat krisis dan untuk mendorong pemulihan ekonomi. Seperti; restrukturisasi & rekapitalisasi sektor perbankan, program Jaring Pengaman Sosial (JPS) / pengentasan kemiskinan (poverty reduction), pemenuhan kewajiban pembayaran hutang luar negeri yang mengalami pembengkakan sebagai akibat krisis nilai tukar, dan pengamanan ketersediaan bahan pangan pokok.

Disamping itu, sejak bulan Oktober 1999 Bank Indonesia (BI) tidak lagi dapat menyalurkan kredit likuiditas bagi program KUT dan program – program lainnya. Kemampuan keuangan pemerintah (APBN) untuk menggantikan fungsi KLBI sangat terbatas mengingat berbagai beban yang saat ini menghimpitnya. Kondisi perbankan untuk memobilisasi dana dan menyalurkannya bagi kepentingan program KUT juga belum dapat diharapkan mengingat pembenahan dan pemulihan kesehatan sektor perbankan baru dimulai.


Tujuan

Studi ini dimaksudkan untuk melakukan verifikasi terhadap angka kebutuhan dana untuk program KUT tahun anggaran 1999/2000 yang diajukan oleh Departemen Koperasi dan PKM. Sekaligus memberikan masukan pada jajaran pimpinan Departemen Keuangan tentang alokasi dana yang dibutuhkan untuk mendukung ketersediaan bahan pangan pokok melalui program KUT. Terkait dengan hal ini maka studi diarahkan untuk;
1. Menentukan jenis usahatani tanaman pangan yang prioritas dalam konteks ketahanan pangan nasional dan oleh karenanya perlu mendapat dukungan melalui program KUT.
2. Mengidentifikasi besarnya kebutuhan kredit untuk usahatani tanaman pangan yang dimaksud pada butir ‘1’ dengan berpedoman pada pola pembiayaan usahatani yang selama ini telah dijalankan oleh petani.
3. Melakukan verifikasi data luas lahan yang dapat ditanami untuk usahatani tanaman pangan sebagaimana dimaksud paba butir ‘1’.


Metodologi

Pemilihan lokasi studi. Dalam rangka penghitungan plafond KUT untuk tanaman pangan pada musim tanam mendatang (MT 1999/2000, & MT 2000) dilakukan verifikasi data luas program intensifikasi tanaman pangan dua musim lalu (MT 1998/1999 & MT 1999) dan verifikasi kebutuhan kreditnya. Lokasi kegiatan verifikasi akan dikonsentrasikan pada daerah (propinsi) dengan plafond dan realisasi KUT terbesar. Data posisi per 30 Maret 1999 menunjukkan 10 propinsi penerima KUT terbesar, adalah; Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat, Sumatera Utara, Lampung, Sumatera Barat, Kalimantan Selatan dan Sulawesi Utara.

Kegiatan pengumpulan data. Lingkup kegiatan ini mencakup;
(i) Pengumpulan data sekunder sebagai basis penyusunan model penghitungan plafond KUT dan beban APBN. Data dimaksud adalah luas lahan sawah, luas tanam padi dan paket KUT untuk padi. Data ini akan dikumpulkan dari BPS, Dept. Pekerjaan Umum, Dept. Pertanian.
(ii) Kegiatan verifikasi data dasar yang digunakan untuk penghitungan plafond KUT bagi tanaman padi. Dalam kegiatan ini akan dilakukan pengumpulan data primer untuk mengukur akurasi data luas lahan sawah, luas tanam dan kebutuhan kredit petani padi.
(iii) Melakukan survai dengan metoda wawancara pada petani untuk memperkirakan besarnya kebutuhan kredit pada usahatani tanaman pangan utama (padi, jagung & kedelai) dengan mempertimbangkan kemampuan modal sendiri yang dimiliki oleh rumah tangga petani.

Temuan

Jenis usahatani tanaman pangan prioritas . Penentuan tiga komoditas prioritas utama, yaitu; Padi, Jagung & Kedelai, dilakukan berdasarkan pertimbangan bahwa penyaluran KUT pada TP 1999/2000 dimasudkan untuk mendukung upaya peningkatan ketahanan pangan dari sisi ketersediaan (suplai) melalui pengamanan produksi domestik. Oleh karena itu prioritas utama penyaluran KUT diberikan pada usahatani tanaman pangan yang menghasilkan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia, yakni; usahatani padi, usahatani jagung dan usahatani kedelai.

Kebutuhan paket KUT lebih kecil bila mempertimbangkan pola pembiayaan & pengelolaan usahatani yang dijalankan oleh petani. Perbedaan angka paket kredit per hektar untuk ketiga jenis komoditas diatas disebabkan oleh beda pendekatan yang digunakan dalam melihat kebutuhan kredit ditingkat usahatani. Dept. Pertanian / Badan Pengendali Bimas lebih berorientasi pada total kebutuhan biaya usahatani daripada modal tunai yang dibutuhkan dalam usahatani. Dengan pendekatan semacam itu maka secara implisit Badan Pengendali Bimas (Dept. Pertanian) mengasumsikan bahwa petani sama sekali tidak memiliki kemampuan modal untuk menjalankan usahatani. Padahal dalam kenyataannya petani memiliki kemampuan untuk membiayai sebagian biaya usahataninya baik dengan modal dalam bentuk uang tunai maupun natura (seperti; menggunakan benih milik sendiri, tenaga kerja dalam keluarga, tenaga kerja luar keluarga yang dibayar dengan hasil panen sesuai dengan kebiasaaan setempat / bawon / ceblokan, tenaga kerja luar keluarga yang dibayar dengan tenaga kerja sendiri dengan sistem sambatan dll).

Kebutuhan petani terhadap uang tunai (modal) untuk membiayai usahataninya sangat menonjol dalam kegiatan pembelian benih berlabel, pupuk dan pestisida (obat – obatan pemberantas hama & penyakit). Mengingat kualitas benih sangat menentukan produktivitas usahatani maka diusulkan agar alokasi dana KUT untuk benih tetap seperti usulan BIMAS Deptan. Hasil verifikasi dilapang menunjukkan bahwa hingga saat ini sekitar 40 persen petani padi masih menggunakan benih dari tanaman sendiri.

Koreksi terhadap data angka luas tanam. Penggunaan angka koreksi luas tanam dilatarbelakangi oleh fakta bahwa selama masa pemerintahan Orde Baru angka tersebut senantiasa meningkat dari tahun ke tahun. Pelaporan semacam ini juga terjadi untuk daerah Jawa (khususnya) selama sepuluh tahun terakhir padahal di wilayah tersebut telah banyak terjadi alih fungsi lahan sawah ke peruntukan lain (terutama pemukiman dan industri serta jalan). Faktor lain yang mendukung penggunaan angka koreksi terhadap luas tanam tanaman padi & palawija adalah pernyataan Bapak Sekretaris Jenderal Departemen Pertanian pada pertemuan di Departemen Keuangan sekitar satu tahun yang lalu bahwa angka – angka produksi padi & palawija over estimated sekitar 18 – 20 persen.



sumber : agrina-online

No comments:

Post a Comment